LMI untuk Merapi...
Merapi Meletus, Warga Meratap
Sejak diumumkannya penambahan jarak area aman sampai 20 km oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian mengakibatkan puluhan ribu pengungsi di sekitar gunung Merapi dievakuasi. Guguran awan panas dan lahar memporak-porandakan tanaman, rumah, ternak, dan harta benda yang mereka miliki. Kamis malam, 4 Nopember 2010, aktivitas Merapi kembali bergejolak. Suara gemuruh, hembusan, dan guguran awan panas, serta gempa membuat masyarakat di jarak area aman sampai 15 km berhamburan ke luar rumah mencari perlindungan. Praktis, akibat peristiwa tersebut daerah yang terkena letusan Merapi semakin bertambah. Saat tik kami dari tim penyaluran bantuan Merapi LMI(Lembaga Manajemen Infaq)meluncur ke lokasi bencana, tepatnya di kecamatan Muntilan, kabupaten Magelang pada tanggal 9 Nopember, suasana lokasi bencana bagaikan kota mati. Rumah penduduk pada umumnya tidak berpenghuni, banyak rumah yang roboh ditimpa pohon dan abu panas, pohon-pohon bertumbangan, aktifitas di kota tersebut lumpuh.
Kami menuju ke pos pengungsi yang ada di balai desa Menayu, kecamatan Muntilan. Desa ini memiliki empat dusun yaitu dusun Kepanjen, Sorogenen, Menayu, dan Jambean. Pos tersebut berjarak 25 km dari Merapi. Dari data yang kami dapatkan, ada 113 orang dari 34 KK yang kebanyakan berasal dari dusun Sempon, desa Wates, kecamatan Dukun yang terletak 10 meter dari Merapi. Saat pertama kali Merapi meletus mereka mengungsi di balai desa Ngadipura. Namun semenjak ada instruksi bahwa area aman sampai 20 km, mereka dievakuasi ke pos pengungsian Menayu. Di tempat ini juga ada pengungsi yang berasal dari dusun yang terkena aliran lahar panas. Mata pencaharian pengungsi yang ada di tempat ini pada umumnya sebagai buruh tani. Kami juga mengunjungi dapur umum yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan para pengungsi. Setiap hari warga di sekitar balai desa Menayu bergiliran bertugas di dapur umum yang bertempat di salah satu rumah warga. Permasalahan yang utama di pos ini adalah pengadaan air bersih dan penerangan, karena sampai kami tiba di lokasi tersebut listrik belum juga menyala. Kami menyerahkan bantuan logistic, pakaian, keperluan mandi, mukena, sarung, susu, biscuit, dan selimut.
Penyerahan bantuan kami lanjutkan di pos pengungsian yang terletak di dukuh Njapuan, desa Tanjung, Muntilan. Pos tersebut terletak di salah satu SMP swasta. Tempat ini menampung 264 pengungsi yang menempati tiga ruang kelas. Mereka berasal dari desa yang diapit dua sungai yang dialiri lahar dingin Merapi. Karena sungai di sekitar tempat tinggal mereka hampir meluap karena tumpukan material Merapi, akhirnya warga di desa tersebut harus dievakuasi. Di pos ini kami menemukan banyak anak usia balita. Permasalahan yang sama juga terjadi di tempat ini. Bantuan dari donator kami serahkan langsung kepada koordinatornya berupa susu, keperluan mandi, tikar, biscuit, selimut, sarung, mukena, pakaian pantas. Terakhir kami menyerahkan bantuan ke pos pengungsi yang berada di kota Klaten untuk didistribusikan di titik-titik pengungsian.
Dari bincang-bincang kami dengan para pengungsi, hampir seluruh pengungsi merasakan bahwa hewan ternak menjadi ganjalan dalam evakuasi mereka dari daerah rawan bencana menuju pengungsian. Hampir semua warga, khususnya laki-laki, di siang hari memilih kembali ke rumah mereka yang berada di kawasan rawan bencana untuk member makan ternak serta membersihkan rumah. Harapan mereka, bantuan dari para donatur tetap mengalir untuk membangun kembali kehidupan mereka karena semua harta benda yang mereka miliki telah hancur.
Sepanjang perjalanan pulang, hujan mengiringi kami. Guyuran hujan membuat jalan yang semula tertutup debu hingga 5-10 cm menjadi becek sehingga sopir harus berhati-hati mengemudikan kendaraanya agar kami bisa sampai di rumah dan bisa kembali membantu saudara-saudara kita yang ditimpa musibah.
Sejak diumumkannya penambahan jarak area aman sampai 20 km oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian mengakibatkan puluhan ribu pengungsi di sekitar gunung Merapi dievakuasi. Guguran awan panas dan lahar memporak-porandakan tanaman, rumah, ternak, dan harta benda yang mereka miliki. Kamis malam, 4 Nopember 2010, aktivitas Merapi kembali bergejolak. Suara gemuruh, hembusan, dan guguran awan panas, serta gempa membuat masyarakat di jarak area aman sampai 15 km berhamburan ke luar rumah mencari perlindungan. Praktis, akibat peristiwa tersebut daerah yang terkena letusan Merapi semakin bertambah. Saat tik kami dari tim penyaluran bantuan Merapi LMI(Lembaga Manajemen Infaq)meluncur ke lokasi bencana, tepatnya di kecamatan Muntilan, kabupaten Magelang pada tanggal 9 Nopember, suasana lokasi bencana bagaikan kota mati. Rumah penduduk pada umumnya tidak berpenghuni, banyak rumah yang roboh ditimpa pohon dan abu panas, pohon-pohon bertumbangan, aktifitas di kota tersebut lumpuh.
Kami menuju ke pos pengungsi yang ada di balai desa Menayu, kecamatan Muntilan. Desa ini memiliki empat dusun yaitu dusun Kepanjen, Sorogenen, Menayu, dan Jambean. Pos tersebut berjarak 25 km dari Merapi. Dari data yang kami dapatkan, ada 113 orang dari 34 KK yang kebanyakan berasal dari dusun Sempon, desa Wates, kecamatan Dukun yang terletak 10 meter dari Merapi. Saat pertama kali Merapi meletus mereka mengungsi di balai desa Ngadipura. Namun semenjak ada instruksi bahwa area aman sampai 20 km, mereka dievakuasi ke pos pengungsian Menayu. Di tempat ini juga ada pengungsi yang berasal dari dusun yang terkena aliran lahar panas. Mata pencaharian pengungsi yang ada di tempat ini pada umumnya sebagai buruh tani. Kami juga mengunjungi dapur umum yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan para pengungsi. Setiap hari warga di sekitar balai desa Menayu bergiliran bertugas di dapur umum yang bertempat di salah satu rumah warga. Permasalahan yang utama di pos ini adalah pengadaan air bersih dan penerangan, karena sampai kami tiba di lokasi tersebut listrik belum juga menyala. Kami menyerahkan bantuan logistic, pakaian, keperluan mandi, mukena, sarung, susu, biscuit, dan selimut.
Penyerahan bantuan kami lanjutkan di pos pengungsian yang terletak di dukuh Njapuan, desa Tanjung, Muntilan. Pos tersebut terletak di salah satu SMP swasta. Tempat ini menampung 264 pengungsi yang menempati tiga ruang kelas. Mereka berasal dari desa yang diapit dua sungai yang dialiri lahar dingin Merapi. Karena sungai di sekitar tempat tinggal mereka hampir meluap karena tumpukan material Merapi, akhirnya warga di desa tersebut harus dievakuasi. Di pos ini kami menemukan banyak anak usia balita. Permasalahan yang sama juga terjadi di tempat ini. Bantuan dari donator kami serahkan langsung kepada koordinatornya berupa susu, keperluan mandi, tikar, biscuit, selimut, sarung, mukena, pakaian pantas. Terakhir kami menyerahkan bantuan ke pos pengungsi yang berada di kota Klaten untuk didistribusikan di titik-titik pengungsian.
Dari bincang-bincang kami dengan para pengungsi, hampir seluruh pengungsi merasakan bahwa hewan ternak menjadi ganjalan dalam evakuasi mereka dari daerah rawan bencana menuju pengungsian. Hampir semua warga, khususnya laki-laki, di siang hari memilih kembali ke rumah mereka yang berada di kawasan rawan bencana untuk member makan ternak serta membersihkan rumah. Harapan mereka, bantuan dari para donatur tetap mengalir untuk membangun kembali kehidupan mereka karena semua harta benda yang mereka miliki telah hancur.
Sepanjang perjalanan pulang, hujan mengiringi kami. Guyuran hujan membuat jalan yang semula tertutup debu hingga 5-10 cm menjadi becek sehingga sopir harus berhati-hati mengemudikan kendaraanya agar kami bisa sampai di rumah dan bisa kembali membantu saudara-saudara kita yang ditimpa musibah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar