Mengantar Qurban di Daerah Bencana dan Pelosok Desa
Kondisi gunung Merapi yang masih belum stabil membuat sebagian masyarakat di sekitar Merapi merayakan Idhul Adha di daerah pengungsian. Gema takbir menggema sejak hari Selasa. Sebagian muslim korban Merapi merayakan Idhul Adha pada hari Selasa, sehari lebih cepat dari yang sudah ditentukan pemerintah. Perayaan Idhul Adha tahun ini bagi korban merapi dijalani dengan penuh hikmat karena berlangsung di tengah ribuan korban bencana gunung Merapi.
Bagi Lembaga Manajemen Infaq kondisi pengungsi Merapi menggugah hati staffnya untuk mengetuk hati donatur untuk menyisihkan rejekinya berbagi dengan korban Merapi melalui “Qurban Daerah Bencana”. Hari Rabu (17 Nopember) LMI meluncur menyalurkan langsung hewan qurban yang berupa 3 ekor sapi dan 10 ekor kambing ke Boyolali. Bertempat di rumah salah seorang warga tepatnya di dusun Ngiling kelurahan Sukorejo kecamatan Kemusuk Boyolali 2 ekor sapi disembelih. Sedangkan 10 ekor kambing disembelih di 2 tempat yang berbeda. Hewan qurban ini kami distribusikan di desa-desa yang ada di kecamatan Kemusuk yang berjarak 10 km dari gunung Merapi. Sebagian hewan qurban didistribusikan dalam bentuk makanan matang setelah diolah terlebih dahulu oleh relawan di dapur-dapur umum, selanjutnya dimakan bersama-sama oleh para pengungsi. Menurut salah seorang pengungsi, hikmah Idhul Adha di tengah bencana ini adalah untuk semakin menambah iman dan taqwanya pada Allah. Cepat selesai dan dapat beraktifitas kembali seperti biasa.
Di hari berikutnya tim LMI melanjutkan road show qurbannya di pelosok desa di Kabupaten Ponorogo. Desa yang kami kunjungi terletak di kecamatan Badegan dan Jambon tepatnya desa Sidoarjo dan Watubonang. Dua desa ini termasuk desa rawan air. Kami mengantar dua ekor kambing di lingkungan Wonopuro Sidoarjo Jambon. Untuk menuju ke tempat tersebut kami harus berjalan kaki sekitar satu jam menyusuri bukit yang berkelok-kelok sambil membawa dua ekor kambing. Dengan keringat bercucuran akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Desa ini termasuk desa terisolir yang memiliki 40 KK dengan mata pencaharian sebagai buruh tani. Bagi mereka menyembelih qurban merupakan hal yang langka. Begitu pula dengan desa Watubonang, salah satu desa rawan air di kecamatan Badegan. Di tempat ini kami harus menempuh perjalanan yang jalannya masih makadam dan di sampingnya ada jurang yang dalam. Penyembelihan bertempat di SDN 03 Watubonang berupa satu ekor sapi. Penerima hewan qurban adalah siswa SDN 03 Watubonang dan warga desa Watubonang. Setiap penerima qurban hanya memperoleh 3 ons daging, karena penerima qurban jumlahnya banyak tidak sebanding dengan jumlah hewan qurban. Kondisi ini berbeda jauh dengan penerima qurban yang ada di kota.
Bagi Lembaga Manajemen Infaq kondisi pengungsi Merapi menggugah hati staffnya untuk mengetuk hati donatur untuk menyisihkan rejekinya berbagi dengan korban Merapi melalui “Qurban Daerah Bencana”. Hari Rabu (17 Nopember) LMI meluncur menyalurkan langsung hewan qurban yang berupa 3 ekor sapi dan 10 ekor kambing ke Boyolali. Bertempat di rumah salah seorang warga tepatnya di dusun Ngiling kelurahan Sukorejo kecamatan Kemusuk Boyolali 2 ekor sapi disembelih. Sedangkan 10 ekor kambing disembelih di 2 tempat yang berbeda. Hewan qurban ini kami distribusikan di desa-desa yang ada di kecamatan Kemusuk yang berjarak 10 km dari gunung Merapi. Sebagian hewan qurban didistribusikan dalam bentuk makanan matang setelah diolah terlebih dahulu oleh relawan di dapur-dapur umum, selanjutnya dimakan bersama-sama oleh para pengungsi. Menurut salah seorang pengungsi, hikmah Idhul Adha di tengah bencana ini adalah untuk semakin menambah iman dan taqwanya pada Allah. Cepat selesai dan dapat beraktifitas kembali seperti biasa.
Di hari berikutnya tim LMI melanjutkan road show qurbannya di pelosok desa di Kabupaten Ponorogo. Desa yang kami kunjungi terletak di kecamatan Badegan dan Jambon tepatnya desa Sidoarjo dan Watubonang. Dua desa ini termasuk desa rawan air. Kami mengantar dua ekor kambing di lingkungan Wonopuro Sidoarjo Jambon. Untuk menuju ke tempat tersebut kami harus berjalan kaki sekitar satu jam menyusuri bukit yang berkelok-kelok sambil membawa dua ekor kambing. Dengan keringat bercucuran akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Desa ini termasuk desa terisolir yang memiliki 40 KK dengan mata pencaharian sebagai buruh tani. Bagi mereka menyembelih qurban merupakan hal yang langka. Begitu pula dengan desa Watubonang, salah satu desa rawan air di kecamatan Badegan. Di tempat ini kami harus menempuh perjalanan yang jalannya masih makadam dan di sampingnya ada jurang yang dalam. Penyembelihan bertempat di SDN 03 Watubonang berupa satu ekor sapi. Penerima hewan qurban adalah siswa SDN 03 Watubonang dan warga desa Watubonang. Setiap penerima qurban hanya memperoleh 3 ons daging, karena penerima qurban jumlahnya banyak tidak sebanding dengan jumlah hewan qurban. Kondisi ini berbeda jauh dengan penerima qurban yang ada di kota.